Tim Pelaksana EITI mempublikasikan Laporan EITI ke-5 yang mencakup informasi penerimaan negara dari industri ekstraktif tahun kalender 2015. Publikasi laporan tersebut untuk memenuhi persyaratan Standar EITI dimana negara pelaksana harus dapat mempublikasikan laporan maksimal berjarak dua tahun dari tahun berjalan. Waktu publikasi di bulan Desember 2017 masih memenuhi Standar EITI sehingga Indonesia masih berstatus negara patuh standar transparansi atau berstatus compliance. Status tersebut harus dipertahankan saat proses validasi yang akan dilaksanakan pada tahun 2018. Indonesia diharapkan dapat menjalani proses validasi dengan baik sehingga dapat mempertahankan status compliance di tahun 2018.
Penyelesaian Laporan EITI dilaksanakan sekitar empat bulan sejak kick off pada Rapat Tim Pelaksana (Ratimlak) EITI tanggal 22 Agustus 2017. Rapat tersebut juga menetapkan Kantor Akuntan Publik (KAP) Heliantono dan Rekan menjadi Independent Administrator (IA) untuk menyelesaikan Laporan EITI 2015. Selama empat bulan penyelesaian laporan, Tim Pelaksana EITI melakukan lima kali rapat yaiti empat kali Ratimlak EITI dan sekali rapat teknis. Ratimlak kedua yang dilaksanakan tanggal 3 Oktober 2017 menetapkan bahwa Tim Pelaksana menyetujui inception report atau laporan awal dari IA. Rapat ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 15 November 2017 menetapkan bahwa Tim Pelaksana EITI menyetujui draft laporan EITI 2015. Tim Pelaksana EITI menyetujui Laporan final pada Ratimlak tanggal 5 Desember 2017, walaupun ada beberapa perbaikan yang bersifat minor. Laporan EITI 2015 dipublikasikan di website EITI Indonesia setelah hampir semua anggota Tim Pelaksana menandatangani form persetujuan.
Laporan EITI 2015 dibagi menjadi laporan rekonsiliasi dan laporan kontekstual. Laporan rekonsiliasi berisi informasi tentang rekonsiliasi/perbandingan penerimaan negara yang dibayarkan industri ekstraktif dan yang diterima pemerintah. Perusahaan yang diwajibkan untuk memberikan laporan untuk rekonsiliasi yaitu 167 perusahaan migas (operator dan partner) dan 123 perusahaan dari sektor minerba. Hingga batas waktu pelaporan, dari 167 perusahaan migas yang diharapkan untuk melapor, sebanyak 14 perusahaan tidak melapor yang terdiri dari 9 perusahaan partner dan 5 perusahaan operator (2 perusahaan telah dinyatakan pailit oleh pengadilan). Di sektor minerba, dari 123 perusahaan yang diwajibkan melapor, terdapat 38 perusahaan yang tak memberikan laporan untuk direkonsiliasi. Perusahaan-perusahaan tersebut tak menyerahkan laporan karena melebihi batas waktu, tak lagi berproduksi, dan tidak adanya alamat yang jelas. Walaupun terdapat sejumlah perusahaan yang tak melapor, namun kontribusi data pembayaran perusahaan yang melapor (153 Perusahaan operator dan partner migas dan 85 Perusahaan sektor minerba) untuk penerimaan negara berkontribusi 99,37% dari total Government Lifting dan Over/Under Lifting migas nasional dan berkontribusi 85,81% dari total PNBP pertambangan nasional.
Laporan kontekstual berisi informasi tata kelola, perizinan dan kontrak, manajemen penerimaan, kontribusi industri ekstraktif, peran serta BUMN, tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan pengelolaan penerimaan negara dari industri ekstraktif. Dalam pemenuhan standar EITI 2016, setidaknya terdapat dua terobosan signifikan mengenai transparansi industri ekstraktif di Indonesia, yaitu tersedianya informasi kadaster untuk sektor migas dan minerba, dan penyusunan Peraturan Presiden tentang transparansi Beneficial Ownership yang dilaksanakan oleh sejumlah Kementerian dan Lembaga . Laporan EITI 2015 selengkapnya dapat diunduh di https://eiti.esdm.go.id/en/laporan-eiti-indonesia-2015/